Pasang iklan murah bayar pulsa, klik disini
Pasang iklan murah bayar pulsa, klik disini

Download Makalah Pendidikan Moral

Download Makalah Pendidikan Moral

Klik show untuk melihat Link Download Makalah Pendidikan Moral
Makalah ini saya kutip dari sebuah skripsi atau Tugas Ahhir Jurusan PAI, silahkan baca Daftar Isi dan Ambil yang sesuai kebutuhan...
Download Disini :
https://drive.google.com/uc?export=download&id=0ByyS2Yqq_y7uNGlfVTI2TTVzVUE


Di dalam bukunya Nurul zuhriah dinyatakan bahwa pendidikan moral pada intinya adalah selalu berusaha untuk mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai- nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua aspek yang diantaranya adalah nilai- nilai dan kehidupan nyata, maka dari itu pendidikan moral lebih banyak membahas masalah dilema ( seperti makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya.
Pendidikan moral sudah sangat lama dipermasalahkan, dimulai dari pernyataan Meno yang terkenal itu kepada sokrates yang berbunyi sebagai berikut:
Apakah moral itu bisa diajarkan? Atau hanya bisa dicapai melalui praktik kehidupan sehari- hari? Seandainya melalui praktik tidak bisa dicapai, apakah nilai moral bisa dicapai secara alamiah atau dengan cara lain?

Pernyataan Meno diatas sampai sekarang masih diperdebatkan
terutama dikalangan ahli psikologi dan filsafat moral, dimana pernyataan tersebut pada sekarang ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah pendidikan moral diartikan pendidikan tentang moral? Atau apakah moral yang dimaksudkan agar manusia belajar menjadi manusia yang bermoral?

Pendidikan moral yang diambil disini adalah agar manusia menjadi manusia yang bermoral, yang mana akan dijabarkan dibawah ini:

a. Pengertian Pendidikan Moral
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN dan tujuan kelembagaan sekolah serta tujuan pendidikan moral yang diberikan pada tingkat sekolah dan perguruan tinggi, maka pendidikan moral dapat dirumuskan sebagai berikut: pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber- sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.
Menurut para ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang terpenting adalah bagaimana membuat seseorang itu agar dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bemasyarakat. Oleh karena itu dalam tahap awal perlu dilakukan pengondisian moral dan latihan moral untuk pembiasaan.
Pembiasaan moral ini tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah yang dilakukan oleh guru saja, melainkan pembiasaan moral ini dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Tiga lingkungan yang amat kondusif untuk melaksanakan pembiasaan moral ini diantaranya yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Diantara ketiga lingkungan diatas jika merujuk pada Dobbert dan Winkler (1985), lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang efektif dan terpenting dalam pembiasaan moral. Yang mana di dalam keluarga akan lebih mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan, dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga.
Hal yang tidak kalah penting dalam pendidikan moral yaitu, harus ditanamkanya pembiasaan moral sejak anak masih kecil dengan jalan membiasakan mereka kepada peraturan-peraturan dan sifat-sifat yang baik, serta adil. Sifat-sifat tersebut tidak akan dapat difahami oleh anak-anak, kecuali dengan pengalaman langsung yang dirasakan akibatnya dan dari contoh orang tua dalam kehidupannya sehari-hari.

b. Penyusunan Isi Pendidikan Moral
Berdasarkan arti pendidikan moral yaitu untuk menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan merupakan pilihan yang beranggapan paling tepat untuk mengantarkan seseorang hidup bermasyarakat. Jika bahan pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan tujan moral, maka tidak dimasukkan pada kurikulum yang dibahas.
kalaupun terpaksa dimasukkan maka dinamakan dengan closed areas yaitu
bahan pelajaran yang tabu dan sekret untuk dibicarakan, seperti yang berkenaan dengan masalah ras, polotik, kesukuan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pilihan isi pelajaran harus tersaring dan terseleksi secara ketat, yaitu bahan pelajaran yang sudah masuk dalam apa yang dimaksud dengan public culture.
Bahan pelajaran yang sudah dianggap sesuai dan dapat diterima oleh semua golongan, kemudian dirangkailah pokok- pokok isi pendidikan moral sebagai pedoman umum dalam pendidikan moral. Serangkaian pokok isi pendidikan moral ini dianggap sebagai persyaratan objektif dari negara sebagai organisasi puncak yang bertugas memelihara dan membina moral agar bisa memelihara tujuan hidup yang sudah ditetapkan.

c. Metode Dalam Pendidik Moral Anak
Metode dalam pendidikan moral hendaknya memperhatikan psikologis agar dapat menjamin tingkat keberhasilan tujuan pendidikan. Dalam hal ini untuk mencapai internalisasi moral, hendaknya pada tahap permulaan dikembangkan pengkondisian dan latihan moral agar terjadi internalisasi. Jika bahan pendidikan moral disampaikan dengan baik dan menarik, walaupun hanya dengan teknik ceramah, hal tersebut juga akan mengahasilkan internalisasi. Begitu juga sebaliknya jika penalaran moral dan penyajian pendidikan moral disampaikan dengan langkah- langkah berfikir ilmuan sosial, maka hanya akan menimbulkan kegaduhan saja.
Diantara metode dalam pendidikan moral diantaranya adalah:

1. Metode Teladan
Di dalam Al-Qur’an dengan tegas telah menandaskan
pentingnya contoh teladan dalam pendidikan moral, diantaranya Allah telah menyuruh kita mempelajari tindak tanduk Rasulullah Saw. dalam QS. Al-Ahzab : 21 yang berbunyi :
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.( QS. Al-Ahzab : 21)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa teladan yang baik dari orang tua dibutuhkan pada hal-hal berikut :
1) Konsekuen dalam melaksanakan sikap terpuji dan akhlak mulia karena satu kali saja berbuat salah di depan anak, maka terhapuslah semua yang baik di matanya.
2) Sebagian besar akhlak yang terpuji didapati anak dari contoh dan teladan orang tuanya dan juga gurunya. Sifat dermawan, berani, amanah, menghormati orang lain, dll adalah sifat yang didapat anak dari sikap orang tua dan gurunya yang ia lihat langsung.
2. Metode Nasehat
Memberikan pengertian sangat penting bagi perkembangan moral anak karena dengan memberikan pengertian akan menjadikan dirinya memahami apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak dilakukan. Namun seringkali anak ingin mencoba untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan orang tua maupun gurunya. Oleh karena itu, perbuatannya perlu ditunjukkan atau diberi peringatan. Jika peringatannya tidak diperhatikan dan selalu melakukan tanpa mempedulikan orang tua atau gurunya, orang tua perlu memperlakukan tindakan dengan mencegah perbuatannya itu, agar tidak diulangi lagi, sebagaimana firman Allah dalam QS. Luqman : 13. Artinya:“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman : 13)

Sebagai orang tua, saat memberikan pengertian terhadap sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan hendaklah benar-benar kita terapkan juga, dan jangan sampai melanggarnya, apalagi kalau anak melihatnya. Begitu juga dalam memberikan peraturan dan perintah hendaknya melihat kondisi dan sesuai dengan masa, usia perkembangannya. Karena kita tidak memaksakan sesuatu sekehendak diri kita, melainkan melihat, memperhatikan kondisi perkembangannya.
Menurut Robert J. Havighurst, tahap perkembangan moral seseorang ada empat tahap yang disesuaikan dengan value/tata nilai yang ada, yaitu:
1. Usia 1-4 tahun : Pada fase ini ukuran baik dan buruk bagi seorang anak itu tergantung dari apa yang dikatakan oleh orang tua. Walaupun anak saat itu belum tahu benar hakikat atau perbedaan antara yang baik dan buruk.
2. Usia 4-8 tahun : Pada fase ini ukuran tata nilai bagi seorang anak adalah dari yang lahir (realitas). Anak belum dapat menafsirkan hal-hal yang tersirat dari sebuah perbuatan, antara perbuatan disengaja atau tidak, anak belum mengetahui yang ia nilai hanyalah kenyataannya.
3. Usia 8-13 tahun : Pada fase ini anak sudah mengenal ukuran baikburuk secara batin (tak nyata) meskipun masih terbatas.
4. Usia 13 tahun dan seterusnya: Pada fase ini seorang anak sudah mulai sadar betul tentag tata nilai kesusilaan (value). Anak akan patuh atau melanggar berdasarkan pemahamannya terhadap konsep tata nilai yang diterima. Pada saat ini anak benar-benar berada pada kondisi dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mendidik moral anak harus dimulai sejak kecil dan tetap berpegang pada ajaran agama sebab pengalaman dan pendidikan agama yang dirasakan sejak kecil akan menentukan sikap anak setelah dewasa, dan kesemuanya itu merupakan tanggung jawab orang tua dan gurunya

3. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan sangat penting untuk diterapkan karena pembentukan moral dan rohani tidaklah cukup tanpa pembiasaan sejak dini. Untuk terbiasa hidup disiplin, teratur, tolong menolong dalam kehidupan sosial memerlukan latihan yang kontinu setiap hari dan dibarengi dengan keteladanan dan panutan, karena pembiasaan tanpa dibarengi contoh tauladan akan sia-sia.

4. Metode Kisah
Dalam Islam metode kisah mempunyai fungsi edukatif tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian selain bahasa. Anak-anak menyukai mendengarkan cerita karena daya hayal mereka luas dan karena kisah atau cerita bisa menggambarkan suatu peristiwa seperti nyata. Menceritakan kisah-kisah para nabi akan dapat menggugah hati anak sebab kisah-kisah para nabi memuat nilai-nilai akhlak yang terpuji yang ditampilkan dengan cara menarik baik itu akhlak yang dimiliki para rasul atau kesabaran dan perjuangannya dalam menyampaikan risalah.

5. Hadiah dan hukuman
Menggemarkan berbuat baik dan peringatan dari perbuatan jahat adalah dua hal yang erat hubungannya dalam Al-Qur’an, dan ini cukup agar orang menjadi beriman. Orang yang tidak terpengaruh oleh apa yang Allah SWT janjikan bagi perbuatan baik dan hukuman dari perbuatan jahat, maka Allah SWT. akan memberikan azab-Nya di dunia dan akhirat. Seperti halnya imbalan bagi perbuatan baik, begitu pula hukuman merupakan salah satu sarana pendidikan. Di antara hukuman tersebut misalnya pukulan merupakan sarana mendidik anak agar tidak malas shalat.
Namun yang harus diperhatikan orang tua dan seorang guru adalah bahwa hadiah dan hukuman itu tidak menjadikan anak lupa apa yang dilakukan dan diperbuatnya, hanya memperhatikan hadiahnya. Di sinilah dibutuhkan peran orangtua bagaimana agar dalam memberikan hadiah yang menjadikan baik bagi anak. Begitu juga dalam memberikan hukuman pada anak, sebaiknya memberikan pengertian tentang kesalahan yang diperbuatnya.

d. Penanggung Jawab Pendidikan Moral
Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang bertanggung jawab pada pendidikan moral adalah guru agama dan guru pendidikan moral, padahal masalah moral ini akan berkaitan satu sama lain baik dengan program pendidikan di sekolah maupun dengan masalah lingkungan terutama pada lingkungan keluarga.
Pada awal pertumbuhannya, seorang anak belum memiliki reaksi emosional terhadap obyek yang bersifat abstrak seperti mencintai keindahan, kejujuran, kebenaran, etika dan estetika sebagaimana yang dimiliki oleh orang dewasa. Oleh karena itu dalam membina moral anak, hubungan orang tua ataupun guru dengan anak sangat penting karena orang tua atau guru adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi moral anak dan pikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tua da gurunya sejak kecil. Menurut A. Choiran Marzuki ada tiga kriteria orang tua ataupun guru yang gagal dalam membina moral anak, yaitu:
• Orang tua atau guru yang bersikap masa bodoh, mengabaikan, meremehkan dan tak mau menghiraukan moral anak.
• Orang tua atau guru yang bersikap negatif terhadap moral anak, dan terkadang memberikan hukuman kepada anak saat sang anak mengungkapkan emosinya.
• Orang tua yang bisa menerima emosi dan moral jelek anak dan berempati dengannya, namun tidak mau memberikan bimbingan dan mengadakan batasan-batasan dengan tingkah laku riil.
Pendidikan moral sangatlah luas sehingga sesuatu yang tidak mungkin manakala pendidikan moral hanya menjadi tanggung jawab guru. Oleh karena itu timbul gagasan tentang pentingnya kurikulum tersembunyi dalam pendidikan moral yang tidak secara eksplisit ditulus dalam kurikulum. Pendapat ini beranggapan bahwa seluruh kegiatan guru, orang tua, masyarakat dan negara diharapkan untuk membantu dan melakukan pelayanan ekstra dalam membantu pencapaian tujuan pendidikan moral. Guru bidang studi dapat mengaitkan masalah bidang studinya dengan moral, demikian pula dengan kepala sekolah dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam kaitanya dengan masalah moral, walaupun masalah lingkungan masyarakat seperti keadilan, kemakmuran, keamanan, kesetiakawanan sosial dan lainya akan mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral seseorang. Dengan kata lain pernyataan diatas menegaskan bahwa pendidikan moral memerlukan tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap keberhasilan pendidikan moral.



Download Makalah Pendidikan Moral

 contoh makalah pendidikan agama islam, makalah pendidikan moral anak dalam islam, makalah pendidikan moral dalam agama islam di sekolah

Subscribe to receive free email updates: